A.
PENDAHULUAN
Bahasa adalah alat interaksi sosial atau alat
komunikasi manusia. Manusia dapat juga menggunakan alat lain untuk
berkomunikasi, tetapi tampaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik
diantara alat-alat komuikasai lainnya. Apalagi bila dibandingkan dengan alat
komunikasi yang digunakan mahluk sosial lain, yakni hewan. Dalam setiap
komunikasi manusia menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran,
gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Maka, dalam setiap
proses komunikasi ini terjadilah apa yang disebut peristiwa tutur atau
peristiwa bahasa dan tindak tutur atau perilaku bahasa. Dalam kedua peristiwa
inilah terjadi lokusi, ilokusi dan perlokusi.
Tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat
psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur
dalam meghadapi situasi tertentu. Dalam peristiwa tutur dilihat pada
tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih memperhatikan pada
makna atau arti tindakan dalam tuturannya.
Tindak Tutur lokusi adalah tindak tutur yang
menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat
yang bermakna dan dapat dipahami.
Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya
diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini
biasanya berhubungan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih,
menyuruh menawarkan, dan menjanjikan.
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang
berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku
non linguistik dari orang lain itu.
Berdasarkan masalah diatas, maka penulis tertarik
menganalisis cerpen “Gerhana Mata” Karya Jenar Mahesa Ayu, secara prakmatik
yaitu ilokusi, lokusi dan perlokusi, aspek tindak wicara dan maxim
kualitas dari cerpen tersebut.
A.
KAJIAN TEORI
- Pengertian Tindak Tutur
Tindak
tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya
ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam meghadapi situasi tertentu.
Dalam peristiwa tutur dilihat tujuan peristiwanya, tetapi dalam
tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam
tuturannya.
2. Jenis
Tindak Tutur
Kalimat
tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin (1962: 100-102)
dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu:
a. Tindak Tutur lokusi adalah tindak
tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam
bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Misalnya, “ ibu guru berkata
kepada saya agar saya membantunya”. Searle menyebut tindak tutur lokusi ini
dengan istilah tindak bahasa preposisi karena tindak tutur ini hanya berkaitan
dengan makna.
b. Tindak tutur ilokusi adalah
tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang
eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin,
mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan, dan menjanjikan. Misalnya, ibu
guru menyuruh saya agar segera berangkat”. Kalau tindak tutur ilokusi hanya
berkaitan dengan makna, maka makan tindak tutur ilkusi berkaitan dengan nilai,
yang dibawakan preposisinya.
c. Tindak tutur perlokusi adalah
tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan
sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain itu. Misalnya, karena adanya
ucapan dokter (kepada pasiennya) “ mungkin ibu menderita penyakit jantung
koroner”, maka si pasien akan panik atau sedih. Ucapan si dokter itu adalah
tindak tutur perlokusi.
3. Aspek-aspek
Tindak Wicara
Searle (1975) mengembang kanteori Tindak Tutur dan membaginya menjadi lima jenis Tindak Tutur (dalam
Ibrahim, 1993: 11-54). Kelima Tindak Tutur itu sebagai berikut:
a.
Tindak Tutur representatif yaitu Tindak Tutur yang mengikat P-nya kepada kebenaran
atas apa yang dikatakannya, misalnya menyatakan, melaporkan, menunjukkan, dan menyebutkan.
b.
Tindak Tutur direktif yaitu Tindak Tutur yang dilakukan si Penuturnya
dengan maksud agar si pendengar atau
Mitra Tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu, misalnya
menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang.
c.
Tindak Tutur ekspresif yaitu Tindak Tutur yang dilakukan dengan maksud agar
ujarannya diartikan sebagai evaluasi mengenai hal yang disebutkan di dalam
ujaran itu, misalnya memuji, mengucapkan terimakasih, mengritik, dan mengeluh.
d.
Tindak Tutur komisif yaitu Tindak Tutur yang mengikat Penuturnyanya untuk
melaksanakan apa yang disebutkan di dalam ujarannya, misalnya berjanji dan
bersumpah.
e.
Tindak Tutur deklaratif yaitu Tindak Tutur yang dilakukan Penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan,
dan sebagainya)
yang baru, misalnya memutuskan,
membatalkan, melarang, mengizinkan, dan memberimaaf.
4.
Maksim kualitas dan kuantitas
Terdapat
beberapa asumsi pragmatik, yaitu:
a. Maksim kuantitas, berbicara
sejumlah yang dibutuhkan oleh pendengar. Kalau lebih berarti ada tujuannya.
Misalnya: Ibu kota Provinsi Jawa Timur Surabaya. (Secara kuantitas cukup
jelas). Ibu kota Provinsi Jawa Timur Sura …… Tuturan ini disampaikan oleh guru,
lalu murid menjawab ….. baya.
b. Maksim kualitas, prinsip yang
menghendaki orang-orang berbicara berdasarkan bukti-bukti yang memadai.
Misalnya: Buku itu dibuat dari kertas. Bukti cukup memadai, tetapi apabila ada
tuturan *Buku itu dibuat dari nasi, bukti tidak memadai. Dalam kaitannya dengan
maksim kualitas, terdapat penyimpangan maksim, misalnya Modal saja tidak bisa
dan Untung saja tidak dapat.
c. Maksim relevansi, Penutur dan
mitra tutur berbicara secara relevan berdasarkan konteks pembicaraan.
Misalnya:
A : Ini jam berapa?
B : Ini jam 3.
Akan menjadi tidak relevan
misalnya apabila B menjawab Ini baju kamu atau Di sana.
d. Maksim cara, tuturan harus
dikomunikasikan secara wajar, tidak boleh ambigu (taksa), tidak terbalik (harus
runtut).
Misalnya:
A : Dia penyanyi solo.
B : Benar, dia sering tampil di
TVRI.
B. ANALISIS
CERPEN GERHANA MATA
1. Tindakan
tutur
a. Tindakan tutur lokusi
Pada halaman 3 paragraf terakhir
“Enam tahun sudah waktu bergulir. Sejak kemarin, di jari manis kanan saya telah
melingkar cincin dengan namanya terukir. Dalam kegelapan malam kedua mata ini
menumpahkan air. Di atas pembaringan tanpa suami yang tetap tak akan hadir.” Tindak
tutur dalam bentuk kalimat tersebut dapat dipahami dengan jelas. Bahwa sudah
enam tahun bergulir, di atas pembaringan tanpa suami.
b. Tindakan tutur ilokusi
Pada halaman 2 paragraf 2 “Banyak
yang mempertanyakan. Kenapa saya bertemu hanya kala siang? Kenapa tidak pagi
atau malam? Karena buta, saya bilang. Dalam kebutaan saya bisa mengadakan apa
pun yang saya inginkan. Tak terkecuali pagi. Tak terkecuali malam.” Ilokusi
dari pernyataan di atas si Saya sudah disarankan banyak orang untuk menikah
agar dapat bertemu setiap hari dengan suami, tidak hanya pagi atau malam.
Tetapi si Saya tidak mau, hal itu dikarenakan kebodohan dan keadaan yang
memaksa masih jadi seperti itu.
c. Tindakan perlokusi
Pada halaman 2 paragraf 2 “Banyak
yang mempertanyakan. Kenapa saya bertemu hanya kala siang? Kenapa tidak pagi
atau malam? Karena buta, saya bilang. Dalam kebutaan saya bisa mengadakan apa
pun yang saya inginkan. Tak terkecuali pagi. Tak terkecuali malam.” Perlokusi
dari paragraf diatas keadaan seseorang yang menginginkan bertemu sandaran hidup
baik pagi, siang maupun malam.
2. Aspek-Aspek
Tindakan Wicara
a. Tindak tutur ekspresif yaitu Tindak Tutur yang dilakukan
dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi mengenai hal yang
disebutkan di dalam ujaran itu, misalnya memuji, mengucapkan terimakasih,
mengritik, dan mengeluh. Pada cerpen “Gerhana Mata” ditunjukkan pada halaman 2
paragraf 5 kalimat terakhir, ” Membuat saya
selalu merasa tak pernah cukup dan ingin mengulanginya kembali.” Kalimat
tersebut menunjukkan perasaan yang ketagihan yang menginginkan kembali perasaan
itu.
b. Tindak tutur direktif yaitu Tindak Tutur yang dilakukan
si Penuturnya dengan maksud agar si
pendengar atau Mitra Tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran
itu, misalnya menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang.
Ditunjukkan pada
halaman 2 paragraf 2 “Banyak yang mempertanyakan. Kenapa saya bertemu hanya
kala siang? Kenapa tidak pagi atau malam? Karena buta, saya bilang. Dalam
kebutaan saya bisa mengadakan apa pun yang saya inginkan. Tak terkecuali pagi.
Tak terkecuali malam.” Paragraf di atas menyarankan si Saya untuk menikah agar
dapat bertemu setiap hari dengan suami, tidak hanya pagi atau malam.
c. Tindakan tutur komisif yaitu Tindak Tutur yang mengikat Penuturnyanya untuk
melaksanakan apa yang disebutkan di dalam ujarannya, misalnya berjanji dan
bersumpah. Tindakan tutur komisifnya
ditujunkan pada halaman 3 paragraf 2, “Mungkin satu saat nanti ia akan
mengalami gerhana mata seperti saya. Dan kami bisa tinggal dalam satu dunia
yang sama. Tak bertemu hanya kala siang. Tak menunggu kala pagi dan malam. Tak
ada pertanyaan mengapa hanya bertemu kala siang. Bukan kala pagi atau malam.
Tak ada jawaban karena cinta membutakan saya. Diganti dengan jawaban, karena
cinta telah membutakan kami berdua.” Si Saya berjanji jika “ia” akan mengalami
gerhana mata seperti Si Saya. Mereka bisa tinggal dalam satu dunia yang sama.
3. Maxsim
Kualitas
Maxim kualitas pada cerpen
“Gerhana Mata” terdapat pada halaman 2 paragraf terakhir pada kalimat “Juga tak
akan ada siang di mana saya meradang dan menggelepar atas tubuh yang menyentuh
di atas seprai kusut lantas terhenti oleh dering panggilan ponsel yang membuat
satu-satunya fungsi pada tubuhnya yang mempersatukan tubuh kami jadi menciut.
Maxim kualitas ditunjukkan pada kata “seprai kusut lantas”, kata tersebut
menunjukkan bahwa seprai tersebut kualitasnya sudah jelek tidak layak dipakai.
C. KESIMPULAN
Dari
hasil analisis yang dilaksanakan penulis dapat disimpulkan bahwa setiap
kegiatan tanpa disadari menggunakan kalimat lokusi, ilokusi dan perlokusi dalam
kehidupan sehari-hari meskipun secara tidak langsung, masyarakat tidak mengerti
teori lokusi, ilokusi dan perlokusi.
Tindak
Tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata”
atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak
tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan
kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan
dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan, dan
menjanjikan.Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan
adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik
dari orang lain itu.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik
Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2003. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar