Kamis, 08 Oktober 2015

Analisis Cerpen Pragmatik



A.    PENDAHULUAN
Bahasa adalah alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Manusia dapat juga menggunakan alat lain untuk berkomunikasi, tetapi tampaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik diantara alat-alat komuikasai lainnya. Apalagi bila dibandingkan dengan alat komunikasi yang digunakan mahluk sosial lain, yakni hewan. Dalam setiap komunikasi manusia  menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Maka, dalam setiap proses komunikasi ini terjadilah apa yang disebut peristiwa tutur atau peristiwa bahasa dan tindak tutur atau perilaku bahasa. Dalam kedua peristiwa inilah terjadi  lokusi, ilokusi dan perlokusi.
Tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam meghadapi situasi tertentu. Dalam peristiwa tutur  dilihat pada tujuan peristiwanya, tetapi dalam  tindak tutur lebih memperhatikan  pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya.
Tindak Tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.
Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berhubungan  dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan, dan menjanjikan.
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain itu.
Berdasarkan masalah diatas, maka penulis tertarik menganalisis cerpen “Gerhana Mata” Karya Jenar Mahesa Ayu, secara prakmatik  yaitu ilokusi, lokusi dan perlokusi, aspek tindak wicara dan maxim kualitas dari cerpen tersebut.

A.      KAJIAN TEORI
  1. Pengertian Tindak Tutur
Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam meghadapi situasi tertentu. Dalam peristiwa tutur dilihat  tujuan peristiwanya, tetapi dalam  tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya.
2.      Jenis Tindak Tutur
Kalimat tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin (1962: 100-102) dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu:
a.       Tindak Tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Misalnya, “ ibu guru berkata kepada saya agar saya membantunya”. Searle menyebut tindak tutur lokusi ini dengan istilah tindak bahasa preposisi karena tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna.
b.      Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan, dan menjanjikan. Misalnya, ibu guru menyuruh saya agar segera berangkat”. Kalau tindak tutur ilokusi hanya berkaitan dengan makna, maka makan tindak tutur ilkusi berkaitan dengan nilai, yang dibawakan preposisinya.
c.       Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain itu. Misalnya, karena adanya ucapan dokter (kepada pasiennya) “ mungkin ibu menderita penyakit jantung koroner”, maka si pasien akan panik atau sedih. Ucapan si dokter itu adalah tindak tutur perlokusi.

3.      Aspek-aspek Tindak Wicara
Searle (1975) mengembang kanteori Tindak Tutur dan membaginya menjadi lima jenis Tindak Tutur  (dalam Ibrahim, 1993: 11-54). Kelima Tindak Tutur itu sebagai berikut:
a.    Tindak Tutur representatif yaitu Tindak Tutur yang mengikat P-nya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya, misalnya menyatakan, melaporkan, menunjukkan, dan menyebutkan.
b.    Tindak Tutur direktif yaitu Tindak Tutur yang dilakukan si Penuturnya dengan maksud agar  si pendengar atau Mitra Tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu, misalnya menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang.
c.    Tindak Tutur ekspresif yaitu Tindak Tutur yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi mengenai hal yang disebutkan di dalam ujaran itu, misalnya memuji, mengucapkan terimakasih, mengritik, dan mengeluh.
d.   Tindak Tutur komisif yaitu Tindak Tutur yang mengikat Penuturnyanya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam ujarannya, misalnya berjanji dan bersumpah.
e.    Tindak Tutur deklaratif yaitu Tindak Tutur yang dilakukan Penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru, misalnya memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan memberimaaf.

4.      Maksim kualitas dan kuantitas
Terdapat beberapa asumsi pragmatik, yaitu:
a.       Maksim kuantitas, berbicara sejumlah yang dibutuhkan oleh pendengar. Kalau lebih berarti ada tujuannya. Misalnya: Ibu kota Provinsi Jawa Timur Surabaya. (Secara kuantitas cukup jelas). Ibu kota Provinsi Jawa Timur Sura …… Tuturan ini disampaikan oleh guru, lalu murid menjawab ….. baya.
b.      Maksim kualitas, prinsip yang menghendaki orang-orang berbicara berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Misalnya: Buku itu dibuat dari kertas. Bukti cukup memadai, tetapi apabila ada tuturan *Buku itu dibuat dari nasi, bukti tidak memadai. Dalam kaitannya dengan maksim kualitas, terdapat penyimpangan maksim, misalnya Modal saja tidak bisa dan Untung saja tidak dapat.
c.       Maksim relevansi, Penutur dan mitra tutur berbicara secara relevan berdasarkan konteks pembicaraan.
Misalnya:
            A         : Ini jam berapa?
            B         : Ini jam 3.
Akan menjadi tidak relevan misalnya apabila B menjawab Ini baju kamu atau Di sana.
d.      Maksim cara, tuturan harus dikomunikasikan secara wajar, tidak boleh ambigu (taksa), tidak terbalik (harus runtut).
Misalnya:        
            A         : Dia penyanyi solo.
            B         : Benar, dia sering tampil di TVRI.


B.       ANALISIS CERPEN GERHANA MATA
1.      Tindakan tutur
a.       Tindakan tutur lokusi
Pada halaman 3 paragraf terakhir “Enam tahun sudah waktu bergulir. Sejak kemarin, di jari manis kanan saya telah melingkar cincin dengan namanya terukir. Dalam kegelapan malam kedua mata ini menumpahkan air. Di atas pembaringan tanpa suami yang tetap tak akan hadir.” Tindak tutur dalam bentuk kalimat tersebut dapat dipahami dengan jelas. Bahwa sudah enam tahun bergulir, di atas pembaringan tanpa suami.
b.      Tindakan tutur ilokusi
Pada halaman 2 paragraf 2 “Banyak yang mempertanyakan. Kenapa saya bertemu hanya kala siang? Kenapa tidak pagi atau malam? Karena buta, saya bilang. Dalam kebutaan saya bisa mengadakan apa pun yang saya inginkan. Tak terkecuali pagi. Tak terkecuali malam.” Ilokusi dari pernyataan di atas si Saya sudah disarankan banyak orang untuk menikah agar dapat bertemu setiap hari dengan suami, tidak hanya pagi atau malam. Tetapi si Saya tidak mau, hal itu dikarenakan kebodohan dan keadaan yang memaksa masih jadi seperti itu.
c.       Tindakan perlokusi
Pada halaman 2 paragraf 2 “Banyak yang mempertanyakan. Kenapa saya bertemu hanya kala siang? Kenapa tidak pagi atau malam? Karena buta, saya bilang. Dalam kebutaan saya bisa mengadakan apa pun yang saya inginkan. Tak terkecuali pagi. Tak terkecuali malam.” Perlokusi dari paragraf diatas keadaan seseorang yang menginginkan bertemu sandaran hidup baik pagi, siang maupun malam.

2.      Aspek-Aspek Tindakan Wicara
a.       Tindak tutur ekspresif yaitu Tindak Tutur yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi mengenai hal yang disebutkan di dalam ujaran itu, misalnya memuji, mengucapkan terimakasih, mengritik, dan mengeluh. Pada cerpen “Gerhana Mata” ditunjukkan pada halaman 2 paragraf 5 kalimat terakhir, ” Membuat saya selalu merasa tak pernah cukup dan ingin mengulanginya kembali.” Kalimat tersebut menunjukkan perasaan yang ketagihan yang menginginkan kembali perasaan itu.
b.      Tindak tutur direktif yaitu Tindak Tutur yang dilakukan si Penuturnya dengan maksud agar  si pendengar atau Mitra Tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu, misalnya menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Ditunjukkan pada halaman 2 paragraf 2 “Banyak yang mempertanyakan. Kenapa saya bertemu hanya kala siang? Kenapa tidak pagi atau malam? Karena buta, saya bilang. Dalam kebutaan saya bisa mengadakan apa pun yang saya inginkan. Tak terkecuali pagi. Tak terkecuali malam.” Paragraf di atas menyarankan si Saya untuk menikah agar dapat bertemu setiap hari dengan suami, tidak hanya pagi atau malam.
c.       Tindakan tutur komisif yaitu Tindak Tutur yang mengikat Penuturnyanya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam ujarannya, misalnya berjanji dan bersumpah. Tindakan tutur komisifnya ditujunkan pada halaman 3 paragraf 2, “Mungkin satu saat nanti ia akan mengalami gerhana mata seperti saya. Dan kami bisa tinggal dalam satu dunia yang sama. Tak bertemu hanya kala siang. Tak menunggu kala pagi dan malam. Tak ada pertanyaan mengapa hanya bertemu kala siang. Bukan kala pagi atau malam. Tak ada jawaban karena cinta membutakan saya. Diganti dengan jawaban, karena cinta telah membutakan kami berdua.” Si Saya berjanji jika “ia” akan mengalami gerhana mata seperti Si Saya. Mereka bisa tinggal dalam satu dunia yang sama.

3.      Maxsim Kualitas
Maxim kualitas pada cerpen “Gerhana Mata” terdapat pada halaman 2 paragraf terakhir pada kalimat “Juga tak akan ada siang di mana saya meradang dan menggelepar atas tubuh yang menyentuh di atas seprai kusut lantas terhenti oleh dering panggilan ponsel yang membuat satu-satunya fungsi pada tubuhnya yang mempersatukan tubuh kami jadi menciut. Maxim kualitas ditunjukkan pada kata “seprai kusut lantas”, kata tersebut menunjukkan bahwa seprai tersebut kualitasnya sudah jelek tidak layak dipakai.
C.      KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang dilaksanakan penulis dapat disimpulkan bahwa setiap kegiatan tanpa disadari menggunakan kalimat lokusi, ilokusi dan perlokusi dalam kehidupan sehari-hari meskipun secara tidak langsung, masyarakat tidak mengerti teori  lokusi, ilokusi dan perlokusi.
Tindak Tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan, dan menjanjikan.Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain itu.
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2003. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar